Wednesday, December 19, 2007

Destiny Bag.3 (End)


Ringkasan posting yang lalu (Destiny Bag. 2):

Diceritakan bahwa Shinta bertemu dengan Gusti, sahabat dan sekaligus orang yang tidak pernah dilupakan oleh Shinta dan begitu juga dengan Gusti sendiri, sampai detik mereka dipertemukan kembali dan menjalin masa-masa yang indah seperti masa di SMA dahulu. Dengan kejadian tersebut Anggi sebagai sahabat Shinta merasa perhatian Shinta sudah berkurang semenjak Shinta dekat dengan Gusti. Hal itu juga dikarenakan kesibukan Shinta dengan kerjaan sehingga selama satu minggu Shinta pun meninggalkan Anggi dan juga Gusti karena ada urusan kantor di luar kota yang harus segera diselesaikan oleh Shinta, dan disanalah Shinta nerima sms dari Anggi yang menyiratkan pada saat itu Anggi dalam masalah besar.


RSRSRSRS

Satu hari sejak sms Anggi, Shinta pulang dan langsung ke kostan dan langsung nelpon Anggi untuk ketemu.




Selama satu minggu Shinta meninggalkan Anggi, sekarang keliatan sekali Anggi tidak seceria pada saat Shinta tinggalkan.




“Gimana non… ceritanya…kenapa sms kamu hari itu keliatannya begitu nelongso.”




“Gimana aku ga nelongso Shin... Kamu tau apa yang sudah terjadi?”




“Ya engga lah… malah aku pengen tau, ayo buruan ceritanya.”




4 hari setelah kamu pergi, aku memberanikan diri untuk nanyain status ku dengan Rama.”




“Jadi kamu jadi nontonnya ama Rama?”




“Jadi sih...tapi aku menanyakannya bukan pada saat itu, tapi setelah beberapa hari, aku nanya lewat telepon, aku hanya berani lewat telepon ga sanggup untuk bertatap muka.”




“Terus…Rama jawab apa setelah kamu tanyain itu?”




“Jawabannya sangat menyakitkan, dia jawab selama ini dia hanya menganggap aku cuma sekedar teman, teman jalan, teman ngobrol.”




“Jadi selama ini dia ngajak kamu makan dan ngajak kamu belanja dan sebagainya tidak berarti apa-apa?”




“Begitulah Shin..., aku sedih banget dan sakit..., kenapa dia mempermainkan perasaan ku selama ini, kenapa dia memberikan perhatian yang lebih kepadaku, tega banget dia kepada ku, kenapa Gi?”




“Sudah lah, jangan terlampau dipikir, tetapi dia sudah punya pacar belum?”




“Kata dia sudah, dan dia sedang tidak memikirkan hal itu dulu karena keluarganya masih membutuhkan dia.”




“Sudahlah Gi… aku yakin kamu bisa melewatinya dan pasti akan mendapatkan yang lebih baik dari dia, dan sekarang paling kurang hikmahnya kamu sudah tau posisi kamu dimana dan untuk melangkah kamu sudah tidak ragu lagi, sekarang keputusan ada di tangan kamu, mau tetap mengharapkan dia atau pergi meninggalkan dia dan mencari seseorang yang bisa membalas semua kebaikan kamu, aku yakin kebaikan yang telah kamu berikan ke Rama pasti akan ada yang membalas, tidak dari Rama memang tetapi dari seseorang, okeh”.




“Semoga ya Shin.....”




“Ya aku yakin itu pasti.”




“Amin.” jawab Anggi pasrah.



"Jahat juga ya Rama, mengapa dia begitu tega terhadap Anggi, masa sih dia ngajak Anggi ga ada maksudnya? Payah tuh cowok, bisanya hanya mempermainkan hati cewek. Aku kasihan Anggi..… atau jangan...jangan... cuma Anggi yang salah mengartikan semua perhatian Rama, entahlah, aku hanya dapat cerita dari satu pihak, ga tau cerita dari pihak Rama". Shinta membatin sendiri.




RSRSRRSRSR



Keesokan harinya, Shinta masuk kantor dan karena udah satu minggu ga ketemu dengan Gusti, Gusti ngajak ketemuan, ditempat biasa mereka ketemu.




“Waduh.. sibuk banget ibu kita yang satu ini". Komentar Gusti pertama kali melihat Shinta.




“Sori ya telat, dah lama nunggunya?”




“Engga baru 1 jam kok.”




“Satu jam? Sori banget, tadi pas mau berangkat ada klienku yang datang, terpaksa deh nerima dia dulu, sori ya Gusti.”




“Ga pa-pa kok, kesal nunggu ku langsung ilang begitu liat kamu tadi". Jawab Gusti ngegombal.




“Gombal kamu ga ilang-ilang ya.’




“Tapi kamu suka kan? Goda Gusti”




“GR kamu, biasa aja tuh, mau makan dimana nih?” jawabku mengalihkan pembicaraan.




“Terserah tuan putri..sekarang aku yang traktir kamu okeh.”




“Ya terserah kamu aja.” Jawabku menurut.



Sesampainya ditempat makan Gusti langsung ketempat duduk yang sudah disediakan, dan aku baru nyadar bahwa Gusti sudah memesankan tempat dan sepertinya dia sudah mempersiapkan semua ini dan mungkin saja ada kejutan lainnya.




“Silahkan tuan putri.”




“Makasih ya Gusti, kamu baik banget sama aku.”




“Kamu memang pantas mendapatkannya.” jawab Gusti




Selama makan mereka begitu cerianya, mesra, dan kelihatan sekali mereka menikmati malam itu. Dan pada saat itu ada yang memperhatikan kemesraan mereka berdua dari jauh. Dan orang itu adalah Anggi, kebetulan Anggi bersama teman kantornya ada acara di tempat itu. Sebentar Anggi memperhatikan mereka dan sekian menit berikutnya, betapa terkejutnya Anggi, karena ternyata yang dia perhatikan sejak tadi adalah orang-orang yang dia kenal yaitu Rama dan Shinta. Anggi ingin sekali ke meja itu, bertanya apa yang sedang terjadi pada mereka? Tapi niatnya segera diurungkan, karena mereka begitu asik dan sepertinya mereka berfikir di tempat ini hanya ada mereka berdua.




Anggi berfikir, "apakah orang yang membuat Shinta bahagia, tersenyum sendiri akhir-akhir ini adalah Rama?" Segera Anggi menepis fikiran itu, "mana mungkin Shinta tega...".




"Atau…. Shinta mencoba menghubungi Rama untuk menolong ku, tapi mengapa mereka kelihatan begitu akrab? Sepeti sepasang kekasih bukan mak comblang dengan korban comblangannya? Tapi… bisa saja, awalnya memang niat Shinta ingin mencomblangku dengan Rama tapi mungkin karena mereka sering ketemu jadinya mereka yang jadian".




"Tapi… selama ini aku kan ga pernah ngenalin Rama ke Shinta, darimana Shinta tau itu Rama, nomor teleponya aja aku ga pernah memberikannya kepada Shinta". Anggi berfikir dan tercenung lama.




"Tapi… bisa aja kan Shinta nyari tau di HP ku, tapi… di Hp ku nama Rama tak pernah ada, aku ganti nama Rama dengan chicken. Shinta bakalan tidak tau itu. Tapi… mungkin saja Shinta nelepon kantor ku dan nanyain Rama dan mereka bisa ketemu".




"Entahlah…. Aku bingung, dan aku ga percaya Shinta tega menghianatiku, Shinta ga bakalan tega berbuat demikian, tapi apa yang aku liat benar-benar nyata dan pasti tidak berbohong kepada ku".




"Jangan…jangan… wanita yang dibilang Rama kemaren adalah Shinta, sahabat aku sendiri…. Beruntung sekali Shinta. Aku benci Shinta.. aku benci dia…aku mau teriak, kejadian ini harus ada yang menjelaskan kepadaku dengan segera, kalau tidak aku bakalan mati". Batin Anggi.




Malam itu, Anggi pulang dengan lemas, dia tidak akan pernah lagi menelpon Shinta, dia benci Shinta, mengapa Shinta begitu tega sama Anggi.




"Pantesan dia ga pernah ngasih tau aku… orang yang buat dia bahagia. Aku pengen mati aja, semua energi ku sudah diambil oleh kejadian tadi. Akan bersikap sepert apa aku dengan Shinta, seperti tidak terjadi apa-apa? Atau lebh baik menanyakan yang sebenarnya terjadi, tapi untuk apa? Kalau iya pasti lebih menyakitkan dari kejadian tadi siang, lebih baik aku tidak tau, aku tidak mau tau dan Shinta sudah aku coret dari fikiran ku, Shinta orang jahat. Tega menghianati sahabatnya sendiri".




RSRSRSRS



Sejak kejadian itu Anggi ga pernah ketemu dengan Shinta, mencoba untuk menelpon saja Anggi tidak berniat. Setiap Shinta mencoba menghubunginya lewat HP, lewat telpon kost selalu tidak di jawab Anggi, Anggi kecewa sekali dengan Shinta.


Sebaliknya Shinta merasa cemas sekali dengan Anggi, "begitu dalam cinta Anggi terhadap Rama, sehingga Anggi begitu hancurnya sehingga untuk berbagi cerita saja dia sudah tidak mau, benar-benar jahat Rama itu, tega banget Rama" batin Shinta.



Sudah beberapa hari Shinta tidak bisa menahan kecemasannya, malam itu, Shinta datang ke kost Anggi, dia ingin bicara, dia ingin membantu Anggi untuk melupakan Rama.




Pada saat Anggi membuka pintu depan, Awalnya Anggi kaget tapi langsung bicara dengan ketus “Kenapa kamu kesini, masih inget aku?”




"Shinta kaget sekali, dengan perlakuan Anggi seperti itu, apakah Anggi juga kesal dengan dia karena dirinyalah yang menyuruh untuk menanyakan status hubungan mereka ke Rama, dan itu mempermalukan Anggi di depan Rama” Shinta bingung melihat sikap Anggi yang berubah 180 derajat.




Langsung Shinta mengatakan “Gi....maafkan aku kalo memang aku salah, aku ga bermaksud membuat kamu malu di hadapan Rama, aku cuma ingin menolong kamu biar kamu lebih pasti aja menjalani hubungan kamu”




Anggi diam saja, tidak menjawab malah ngeloyor pergi, dan langsung dicegat oleh Shinta.




“Anggi! tolong Gi, jangan kamu begitu terhanyut dengan perasaanmu terhadap Rama, hidup tidak hanya Rama Gi.”




Anggi jadi marah, berani sekali Shinta mengatakan itu, apakah dia tidak tau begitu sakit dikhianati sahabat sendiri.




“Diam…. Ga ada gunanya ngomong sama penghianat.”




“Penghianat?…siapa dan apa maksud kamu dengan penghianat, aku ga ngerti.”




“Memang sih… kalo maling emang ga pernah ngaku,”
“Cukup Gi… kamu jangan buat aku bingung.”




“Ok kalo kamu ga ngerti juga, dengerin baik-baik ya… yang penghianat itu kamu… jelas?” Dengan marah Anggi menunjuk tepat dihidung Shinta.




“Anggi…apa maksud kamu, aku ga ngerti.”




“Kamu benar-benar ga ngerti atau pura-pura sih?”




“Anggi tolong, aku sayang kamu Gi, kamu tau?… aku sudah mencoba menelpon kamu berkali-kali, tapi kamu tidak pernah mau mengangkatnya, aku cemas Gi, takutnya kamu itu kenapa-napa, makanya malam ini aku datang kesini, mau menguatkan kamu, agar Rama tidak merusak kamu begitu dalam seperti ini, tapi kamu malah bilang aku penghianat, ada apa sebenarnya Gi?




“Pake ngomong sayang lagi, udah lah, sekali penghianat tetap penghianat, udah aku ga mau ngomong sekarang, aku mau tidur, capek.”




“Sudah cukup bilang aku penghianat, tolong jelasin ke aku, kenapa kamu bilang aku penghianat, siapa yang menghianati siapa.. dan aku tidak merasa menghianati kamu Gi.”




“Oooo jadi kamu ga ngerasa ya…setelah sobatnya cerita bahwa orang yang membuat dia bahagia selama ini tidak mencintai dia dan kamu langsung menggaet dia untuk kamu jadikan kekasih, apa itu tidak penghianat namanya?




“Siapa maksud kamu…? Rama? Tuduhan kamu berlebihan Gi, sampai detik ini saja aku ga kenal dengan yang namanya Rama, apalagi menjadikan dia kekasih, siapa yang ngomong ke kamu?




“Tidak ada yang ngomong, aku ngeliat sendiri, kamu berdua dengan Rama, makan malam, mesra banget, seperti sepasang kekasih, masih mau mengelak?”




“Anggi… sumpah… sampai detik ini aku ga kenal dengan Rama, percaya ke aku, aku ini sahabat kamu, jangan dengerin orang lain”.




“Mulanya aku memang ga percaya dengan apa yang aku liat, tapi mataku ga mungkin salah Shin, aku belum pake kacamata, mataku masih normal, masih bisa melihat dengan jarak 2 meter, aku ga mungkin salah. Pantesan… kamu ga mau ngomong kamu lagi jatuh cinta dengan siapa, karena kamu jatuh cinta sama Rama, iya kan?”




“Anggi… aku belum pernah ketemu dengan Rama kamu, mana mungkin aku jatuh cinta sama dia?’




“Sudahlah… aku yakin kamu pasti ga mau ngaku, makanya lebih baik aku diam, sudahlah aku mau tidur.” Sambil melibaskan tangannya, Anggi pergi begitu saja meninggalkan Shinta yang kebingungan.




Shinta bingung mengapa Anggi jadi begini kepada dia. Shinta diam, membiarkan Anggi pergi, karena Shinta ga bakalan bisa bicara dengan orang yang sedang emosional.


"Aku jadi penasaran, siapa yang bilang ke Anggi ya aku ketemu ama Rama, yang engga..engga aja, ketemu sama orangnya aja belum malah dituduh pacaran…Anggi..Anggi..... Sudahlah….sudah cukup untuk malam ini", dengan perasaan yang tidak menentu Shinta pulang ke kost nya.




RSRSRSRSRS



Pagi harinya Shinta bangun dan sepertinya kejadian tadi malam membuat Shinta merasa pasti ada sesuatu yang terlewat, dugaannya…pertama… "Anggi mendapat cerita dari temannya tentang hubunganku dengan Rama, tapi kata Anggi dia melihat dengan matanya sendiri bahwa aku dengan Rama makan malam bareng, mesra banget, padahal aku cuma pernah makan malam dengan Gusti tidak pernah dengan orang lain, atau….jangan…jangan… Gusti maksudnya? tapi bagaimana mungkin, atau Anggi yang salah liat? Atau…Gusti kembarannya Rama? Benar mungkin, Gusti ada kembarannya dan kembarannya adalah Rama dan… Anggi tidak tau itu, jadi… pasti sudah terjadi kesalahpahaman, ini tidak boleh dibiarkan. Aku harus cari tau tentang ini, tapi….ntar dulu… setahuku sejak SMA, sejak aku kenal Gusti dia anak tunggal ga punya adik, atau kakak atau kembaran, makanya dia disayang banget ama bokap dan nyokapnya. Jadi siapa ya yang diliat Anggi? Entahlah, mendingan aku siap-siap ke kantor dan sore nanti aku ketemu ama Gusti, biar jelas semuanya".



RSRSRSRSRS



Tepat pukul 7, sepulang kantor, Shinta ketemu dengan Gusti, dan pada saat itu, Gusti keliatan makin gagah aja, lebih gagah dari SMA dulu, "I am in love now…" Batin Shinta.



“Hei…ngelamun aja? Ada apa kok ngeliatin aku terus?”




“Eh..eh engga….” Shinta jadi malu karena dia jadi salah tingkah, ketauan ngeliatin Gusti.




“Udah mesen makanan?”




“Belum…nungguin kamu, biar kamu yang milih aja.”




Lama mereka diam, dan Gusti… yang membuka pembicaraan terlebih dahulu dan pembicaraan mereka seperti biasa, bicara seputar kantor dan lain sebagainya. Dan akhirnya pembicaraan sampailah kepada tujuan Shinta untuk mendapatkan informasi tentang Gusti yang sebenarmya.


Ternyata Gusti tidak mempunyai kembaran yang seperti Shinta perkirakan dan tidak ada saudaranya yang mirip dengan Gusti.




“Ada apa Gi? mengapa kamu menanyakan yang aneh-aneh tadi. Ga biasanya, kamu kan tau sejak kecil aku tuh sendiri, dan waktu di SMA aku ketemu kamu, aku seneng banget, aku mendapatkan seseorang yang aku inginkan, bisa sebagai adik, kakak dan juga temen yang baik banget.”




“Makasih Gusti...…Engga..aku cuma mastikan aja.”


"Apakah aku ngaku aja kali ya… kejadian Aku dan Anggi yang bilang Gusti adalah Rama. Tapi pasti dia bingung" , hati Shinta galau.




“Engga teman ku bilang kamu mirip temennya yang namanya Rama.”




“Apa?” keliatan sekali Gusti kaget dan dia bertanya lagi.




“Rama? Temen kamu siapa?”




“Anggi.”




“Anggi…? Masa..? Anggi itu temen kamu?”




“Iya…kamu kenal Anggi?”




“Gimana aku ga kenal, dia itu kan temen jalanku, sahabat, dia orangnya baik, kita bertemunya waktu di bandara, pada waktu itu dia mau ke Medan dan aku pada saat itu dinas ke Medan juga, dan ternyata kita satu pesawat dan semenjak itu kami jadi deket, dia itu pengganti kamu, tapi bukan untuk hatiku, hatiku tetap untuk kamu”




“Masyaallah… tapi Anggi kenal Rama bukan Gusti?” Shinta bertanya dengan hati deg-degan.




“Yaaa pada saat itu aku memperkenalkan namaku dengan Rama bukan Gusti.”




“Terus hubungan kamu gimana dengan Anggi?”




“Yaaa biasa aja… kita memang sering bareng, makanlah… belanjalah tapi ya sampai disitu aja, tapi ntar dulu... kok kamu tiba-tiba menanyakan Anggi?’




“Gusti …tau ga Anggi itu temen deket ku, sahabatku, dan dia itu benar-benar deket dengan aku.”




“Dunia memang sempit ya Gi?’ celetuk Gusti tanpa maksud..




“Iya…”


"Aku jadi bingung, ternyata Gusti dan Rama orang yang sama, dan aku harus bagaimana? Di satu sisi aku sudah sayang dengan Gusti, sejak lama, sebelum Anggi kenal Rama yang itu adalah Gusti juga. Dan disatu sisi Anggi sangat mengharapkan Rama, aku bingung, aku ga bisa bicara apa-apa lagi sekarang, aku ingin pulang, menenangkan fikiran".




“Sepertinya sudah malam nih Gusti… kita pulang yuk.”




Gusti melihat perubahan Shinta, “Kamu sakit Shin?”




“Engga, sedikit ngantuk aja.”




“Ok...kita pulang sekarang, tapi masih bisa bertahan kan, sampai rumah, ntar yang ngangkat kamu ketempat tidur siapa kalo kamu ketiduran?”




“Iya engga lah, emangnya aku anak kecil apa.”




“Ok tuan putri…, jangan marah dong, just kidding”




Shinta Cuma tersenyum saja, sebenarnya dia sudah tidak bisa lagi tersenyum karena dia tau, sejak kenyataan menyatakan bahwa Gusti adalah Rama, sejak saat itu Shinta berfikir bahwa hubungannya dengan Gusti sekarang tidak bisa dilanjutkan. Tapi Gusti pasti kecewa sekali, kecewa untuk kesekian kalinya dengan dia, dan kalau dilanjutkan… Anggi bagaimana? Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja, mendengar Rama hanya menganggap dia teman saja Anggi sudah hancur, apalagi kalau tau sekarang… Rama dan aku menjalin hubungan yang seperti dia harapkan selama ini, apa yang harus aku lakukan Tuhan? Aku menyayangi mereka Tuhan. Aku menyayangi Gusti dan juga Anggi. Air mata Shinta hampir saja jebol.




“Shin… sudah sampai, kamu ada apa Shin, dari tadi ngelamun aja, ada kata-kataku yang salah, atau kamu merasa sakit, bilang aja Shin.”




“Engga Gusti… aku hanya kecapean saja, aku ga pa-pa kok.”




“Ok… kamu yang baik-baik aja ya, minum multivitamin ya… biar seger besoknya, untung besok libur, kamu istirahat aja besok, besok siang aku kesini, kita makan siang bareng, ok.”




“Makasih ya Gusti, besok ga perlu repot-repot deh, mungkin kamu capek.” Jawabku mengelak.




“Kamu ini, ga pa-pa kok, siapa lagi yang repot, aku juga perlu makan, tenang aja deh, kamu jangan begitu, aku perduli kamu ok, sampai besok.”




Belum sempat Shinta menjawab, Gusti sudah berlalu dari hadapan Shinta.


Shinta berjalan gontai kekamarnya.... pada saat masuk kamar.... Shinta melihat foto Anggi dan dirinya sedang berpelukan dengan sayang. Shinta berguman sendiri sambil menatap lekat foto ditangannya “Aku sayang kamu Gi, maafkan aku, mungkin telah membuat kamu terluka tapi aku janji....aku akan meninggalkan Gusti, aku sayang Gusti tapi persahabatan kita lebih penting dari segalanya. Percayalah Gi…..

Monday, December 10, 2007

Destiny Bag.2




Ringkasan cerita di posting yang lalu (Destiny Bag. 1):



Pada bagian satu telah diceritakan bahwa Anggi adalah sahabat Shinta, dimana Anggi sering curhat tentang Rama yaitu cowok yang dekat dengan dirinya saat ini. Hubungan antara Anggi dan Rama tidak bisa dikatakan sebagai pertemanan karena lebih kelihatan seperti sepasang kekasih, mesra dan selalu kompak. Dengan hubungan yang tanpa status itu, Anggi merasa terganggu karena Anggi tidak ingin kecewa atas perasaan yang sudah ada sejak dulu dalam hatinya, sedangkan Rama sampai detik ini belum pernah mengungkapkan perasaannya dan sepertinya tidak mau tau. Sehingga Shinta pun penasaran, ingin melihat Rama, cowok seperti apa yang telah membuat sahabatnya yang sulit jatuh cinta bisa luluh lantak dihadapan seorang Rama.



RSRSRS



“Shinta!“



Siapa yang memanggil aku ya? Kayanya jarang banget yang negur aku di toko buku ini. Shinta spontan melihat ke arah datangnya suara yang memanggil namanya dan ternyata ada seseorang yang sedang melihat ke Shinta dan tersenyum. Dan senyumannya itu senyuman yang sangat sulit Shinta lupakan sampai detik ini. Meskipun senyuman itu sudah hampir 8 tahun tidak nyata di depan mata Shinta, tetapi senyum itu masih melekat terus di memori Shinta dengan jelas seperti di SMA dulu.





Dengan gugup Shinta malah bertanya “Gusti… kamu... lagi ngapain?” Perasaan Shinta campur aduk, senang campur gugup Shinta menjawab teguran Gusti.



Perasaan memang tidak pernah berbohong, dia masih sayang Gusti, meskipun hubungan mereka tidak berakhir baik di SMA dulu. Pada saat itu… kelas tiga SMA, Gusti mengatakan bahwa Gusti ingin menjadi orang spesial Shinta, Shinta kaget sekali mendengarnya, karena Gusti sudah sejak lama menjadi sahabat Shinta, sejak satu SMA. Gusti perduli dan sayang Shinta, tetapi Shinta tidak berfikir yang lain. Shinta berfikir Gusti berbuat begitu karena mereka sahabat. Dan sayangnya, Shinta tidak membalas sebagaimana mestinya. Semenjak itulah persahabatan mereka terganggu sampai saat setelah luluspun Gusti tidak pernah lagi menghubungi Shinta. Shinta merasa kehilangan sekali, merasa bersalah, karena dia tidak bisa melihat senyum Gusti yang membuat hidup Shinta berbeda. Dia ingin melihat senyum Gusti lagi dan sekarang.... dia melihat senyum yang sudah sekian lama ingin dilihatnya.



“Hei ngelamun aja, Masih jadi konsultan? Hebat kamu”.



“Tau darimana kamu Gus? Padahal aku sama sekali tidak tahu kamu dimana... kamu sombong, ga pernah ngabarin aku, hilang begitu saja, ga ada orang yang tau kamu itu ada dimana.”



“Tenang mam, aku tuh sengaja menghilang, habis aku takut ketemu kamu, aku masih belum menjadi siapa-siapa.”



“Kamu tuh bisa aja...terus sekarang udah jadi siapa?"



“Aku ngikutin jejak kamu, jadi konsultan tapi aku konsultan bidang hukum, yaaa sekarang lumayan lah sudah ada klien.



“Ngomong2 kamu sudah makan belum?” kita makan bareng aja yuk.


Dan kebetulan memang Shinta lagi laper. Dengan gembira Shinta menyambut ajakan Gusti, “Ok”



Pada saat makan Shinta sempat melirik ke jari tangan kanan Gusti, thanks God… belum ada cincin. Entah mengapa Shinta merasa lega, mungkin karena Shinta merasa masih ada peluang untuk mendapatkan hati Gusti, karena kali ini mereka sudah sama-sama dewasa, dan persahabatan mereka sudah sejak lama selesai.



“Kok ngalamun jeng?” tegur Gusti



“Oh engga..engga, o ya gimana kabar teman2 kita?”



“Oh aku cuma tahu yang dekat dengan aku saja, seperti kamu, Gusti tersenyum manis sekali dan menatap mata Shinta dalam-dalam..."Shinta… aku tau kemana saja kamu pergi" Membuat Shinta jadi tersipu.




“Ga mungkin lah. kamu aja ngilang begitu aja.” jawab Shinta berusaha menutupi kekikukannya.



“Bukan Gusti namanya kalo ga tau caranya untuk cari info, apalagi cari info untuk yang dia sangat pedulikan.”



Shinta jadi tersenyum penuh arti dan menjawab “Iya..iya.. aku percaya.”




Gusti…Gusti… kamu masih sehangat dulu, aku bahagia banget bisa ngeliat senyum kamu lagi. Mungkin Gusti diciptakan untuk menjadi orang yang menyenangkan, bisik Shinta dalam hati.



Pertemuan tidak disangka-sangka itu membuat Shinta berbahagia hari itu dan hari-hari selanjutnya karena perjumpaan itu bukan terakhir kalinya melainkan awal dari pertemuan-pertemuan Shinta dan Gusti selanjutnya.





RSRS





“Hallo Shinta... udah lama ga ketemu niii…mau ketemuan ga? Bisa ga sepulang kantor hari ini? Kamu bisa kan? Terdengar suara memaksa dari seberang sana yang ternyata suara Anggi.



“Apa sih yang aku ga bisa buat kamu Gi.” jawab Shinta



“Kamu itu bisa aja… Ok kalo gitu kita ketemu di tempat biasa ya…”



“Ok.. see you there” jawab Shinta menutup pembicaraan mereka.



Sepulang kantor Anggi dan Shinta bertemu di tempat biasa mereka saling curhat.



“Shinta…kamu sepertinya ceria deh…padahal baru 2 minggu yang lalu kita ketemu tapi sepertinya kok beda gitu loh…”



“Kamu itu bisaaa aja.... Engga kok… aku yaa seperti biasa aja, ga berubah, masih tetep Shinta yang dulu...emang kenapa?”



“Aku jadi curiga, akhir-akhir ini kamu keliatan sibuk banget deh…, setiap aku telepon pulang kantor kamu pasti tergesa-gesa gitu, biasanya kan kita bisa ngobrol lama.. tapi akhir-akhir ini kamu selalu menutup telepon lebih dulu”



“Kamu tu ya… curiga aja bawaannya, akhir-akhir ini aku lagi banyak kerjaan, jadinya sering begitu.”



“Engga.... dikirain kamu dah punya gandengan, bilang-bilang ya kalo udah punya, biar aku juga siap-siap nyari juga he he.”



“Iya.. iya… takut banget sih non, pasti kamu lah yang duluan, kamu itu lebih dari aku Gi, kamu itu lebih cantik, lebih perempuan dan lebih deh daripada aku, tenang aja deh, ntar aku akan buat pengumuman kalo aku dah punya, di koran kompas atau koran lampu merah he he.



“Idih kamu itu ya… aku serius malah ngelucu, ga lucu tau.”



“Gitu aja ngambek, ya sudah… kita mau makan apa sekarang? Kamu pasti belum makan kan?



“Tau aja kamu, ayo buruan, aku dah laper banget neh..”



“Dasar Anggi…ga pernah berubah.”





Selagi menunggu pesenan makan mereka tiba, Shinta jadi berfikir, apa dia lebih baik ceritakan tentang Gusti ke Anggi, tapi takutnya Anggi merasa cemburu karena Shinta akan tidak memperhatikan dia lagi. Shinta pengen cerita bahwa Shinta sebenarnya bukan banyak kerjaan, tapi suka diajak jalan bareng ama Gusti akhir-akhir ini, paling kurang Gusti ngajak Shinta untuk makan malam sepulang kantor. Dan sepertinya Shinta menikmati setiap pertemuan itu dan begitu juga dengan Gusti. Sepertinya Gusti sangat memperhatikan Shinta semenjak bertemu di toko buku itu, setiap pagi selalu bangunin Shinta untuk bangun pagi biar ga telat ke kantor, karena Gusti tau sejak dulu SMA Shinta susah untuk bangun pagi, dan makan siang selalu diingatkan, dan yang lebih Shinta berbunga pada waktu itu Shinta kedatangan delivery yang ternyata Gusti yang mesenin untuk Shinta, betapa perhatiannya Gusti, Shinta jadi tersenyum sendiri mengingat kejadian itu.





“Non…. Kenapa senyum-senyum sendiri?” tanya Anggi mengejutkan Shinta dari lamunannya. “makanannya udah datang non” sambil menunjuk makanan yang sudah terhidang di atas meja



“He he cepet juga ya….” jawab Shinta asal



“Bukan cepet… tapi kamu aja yang ngelamun terus dari tadi, kamu pasti deh lagi jatuh cinta.”



“Kamu itu nuduh aja deh.”



“Hei bukan nuduh non, bayangin aja, kamu itu banyak ngelamun dari tadi, terus tersenyum sendiri dan mata mu itu ga bisa bohong, berbinar-binar kaya berlian tau…. Dan kamu tau…itu artinyaaa… kamu lagi jatuh cinta.”




Dalam diam Shinta befikir..Wah wah salut untuk Anggi, tau aja dia apa yang bergejolak dalam hati ku.




“Wallaaaaah diajak ngomong malah ngelamun lagi, benar-benar dah parah nih jatuh cintanya, udah stadium lanjut nih kayanya.”



“Ok ok aku ngalah sekarang, kamu memang paling jago kalo nebak apa yang dipikirin orang, tapi aku belum mau cerita, karena belum jelas, semuanya masih blur you know….”



“Jadi benar kan apa yang aku katakan barusan.”



Tiba-tiba Anggi diam dan selama makan Anggi jadi jarang ngomong.



“Nah sekarang malah kamu yang balik diam, ada apa non?



“Engga kok, aku jadi ingat Rama, andaikan dia juga bisa menjelaskan apa jenis hubungan kita selama ini, kan aku juga bisa bahagia seperti kamu.”



“Aduh kamu itu, ada-ada aja deh, kok malah langsung mikirin Rama.”



“Ga tau aku langsung ingat aja, tapi aku bahagia kok kamu udah dapat seseorang yang buat kamu bisa bahagia sepeti ini, pasti bahagia sekali.”



“Ok kita ganti topik aja deh, mendingan kita ngobrolin yang lain aja okeh.” Sela Shinta menyudahi biar Anggi ga sedih





RSRSRS





“Halo Gi…. Kayanya rencana nonton kita batal lagi deh minggu depan, karena aku mesti keluar kota, lama juga sih satu minggu, kamu ga pa-pa kan?” Shinta membuka pembicaraan di telepon



“Payah kamu, kemaren karena kamu mau janjian ama seseorang, sekarang kamu keluar kota, payaaaaah.”



“Sori ya sayang… ntar dulu....aku punya usul…”



“Usul apa?”



“Gimana kalau kamu ajak Rama nonton?”



“Gila kali kamu ya…. Tapi boleh juga tuh aku coba, biasanya sih Rama mau aja kalo diajak, tapi untuk nonton aku belum pernah ngajak.” jawab Anggi



“He he gitu dong, aku mendukung dan mendoakan dari jauh, semoga momen besok bisa jadi momen yang kamu tunggu-tunggu.”



“Maksud kamu…”



“Maksud ku… mana tau aja, pada saat itu waktu yang paling tepat untuk bicarakan hubungan kalian, biar jelas, gitu lho non.”



“Ok deh, kamu bisa aja buat aku semangat lagi.”



“Yaaaa Shinta gitu loh.”



“Tapi kamu kapan berangkatnya?”



“Besok non…sekarang aku masih di kantor untuk nyiapain berkas yang akan aku bawa besok.”



“Ok deh… hati-hati.”





Setelah menelpon Anggi, Shinta menelpon Gusti untuk memberitahukan bahwa dia akan berangkat besok dan Gusti belum tau rencananya dia.




“Halo…Gusti…”



“Halo jeng… kok tumben…biasanya aku yang nelpon...ada apa nih?”



“Engga aku mau ngasih tau, aku mesti ke luar kota, mungkin satu minggu.”



“Ada urusan apa? Urusan kantor atau urusan pribadi?”



“Urusan kantor lah, proyek disana ada masalah jadinya harus ada yang selesaikan disana.”



“Oooo begitu… tapi lama banget ya?”



“Cuma satu minggu kok, minggu depan aku juga udah balik.”



“Tapi kamu jangan sibuk-sibuk banget disana, ntar lupa aja makannya”



“Iya, makasih, makanya kamu juga jangan lupa ingatin aku dong.”“



“Tentu aku ga lupa tuan putri” jawab Gusti merayu



“Ok deh… aku mau kerja dulu yaa...”



“Ok… ntar sore sepulang kantor kita ketemuan ya, sekalian makan malam, kamu mau pergi satu minggu kan”

“Ok deh Gusti… sampai nanti yaa...”



RSRSRSRS

Sudah 5 hari aku disini... dan pekerjaanku hampir selesai, dan selama itu pula Gusti selalu mengingatkan untuk makan siang, makan malam, dia tidak berubah, masih seperti Gusti yang dulu, penuh perhatian... pikir Shinta.

Shinta dikejutkan dengan nada sms dari HP nya.

Yang tertampil di layar..Anggi, ada apa ya Anggi sms malam2 begini...

Shinta membaca sms dengan perasaan penasaran, “Shinta… lagi ngapain? Aku lagi sedih nih.”

Shinta jadi bingung, ada apa dengan Anggi, pasti terjadi apa-apa nih, ga biasanya Anggi sms seperti ini. Lebih baik aku telepon aja dia.

“Hallo… Anggi, ada apa Gi, sms kamu bikin aku penasaran aja.”

“Gi…. Kamu kapan balik nya?” tanya Anggi lemes

“Besok lusa, kerjaan disini udah hampir selesai, insyaallah besok udah kelar, ada apa Gi?”

"Engga, ga ada apa-apa kok, kamu cepet balik yaa, nanti aku cerita kalo kamu udah nyampe...aku perlu kamu Shin..."

“Baiklah..tapi kamu baik-baik aja kan?”

“Iya… aku akan baik-baik aja.”

“Ok…jaga dirimu baik-baik ya, besok lusa aku pulang.”

“Ok” jawab Anggi

RSRSRSRSR